BAB IV
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

 

Perubahan Kurikulum

Pengertian kurikulum pendidikan tinggi menurut SK Mendiknas No 232/U/2000 adalah: seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar  mengajar di perguruan tinggi. Kurikulum di pandang sebagai 2 bagian yaitu sebagai perencanaan yang terdiri atas sederetan mata kuliah, silabus dan program kegiatan pembelajaran (GBPP-SAP). Kurikulum juga harus dipandang sebagai kegiatan nyata yaitu proses pembelajaran, proses evaluasi dan penciptaan suasana pembelajaran. Kurikulum biasanya berubah di perguruan tinggi bukan karena tradisi 5 tahunan, melainkan karena adanya perubahan internal perguruan tinggi (visi, perubahan aturan lembaga, perubahan IPTEKS) dan perubahan eksternal (perkembangan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan dan kecenderungan keadaan masa depan).

Kurikulum di perguruan tinggi saat ini telah berubah. Dulu ada Kurikulum Nasional sesuai dengan SK Mendikbud No. 056/U/1994  yang berbasis pada isi (content) dan luarannya dinilai oleh perguruan tinggi sebagai  kemampuan minimal penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai sasaran kurikulum program studinya. Saat ini sudah terbit SK Mendiknas No 323/U/2002 tentang kurikulum inti dan institutional yang berbasis pada kompetensi. Luaran perguruan tinggi dinilai dari kompetensi seseorang untuk dapat melakukan tindakan cerdas, penuh tanggung jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Artinya penilaian bukan lagi dilakukan oleh perguruan tinggi semata, melainkan oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian orientasi hasil bukan terletak pada output saja melainkan bergeser ke outcome. Bukan saja nilai mahasiswa yang bagus (IPK diatas 2.75) melainkan apakah mereka akan dapat berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dan mengimplementasikannya dengan sikap dan berperilaku dalam berkarya.  

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum yang berorientasi pada kebudayaan yang menghasilkan lulusan perguruan tinggi lebih humanis. Berkaitan dengan pendidikan yang bersifat humanis, maka diperlukan muatan nilai kebudayaan di dalam pendidikan tinggi, mencakup :

  1. fenomena anthrophos dicakup dalam pengembangan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
  2. fenomena tekne dicakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk mencapai derajat keahlian berkarya.
  3. fenomena oikos dicakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
  4. fenomena etnos, dicakup dalam pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai.

Ditegaskan dalam SK Mendiknas No 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi yang seyogyanya mengandung lima elemen, yaitu:

1) landasan kepribadian
2) penguasaan ilmu dan keterampilan
3) kemampuan berkarya
4) sikap dan perilaku dalam berkarya
5) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat

Kurikulum ini juga mengusung empat pilar UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan Leaning to live together. Pada Kepmen tersebut dijelaskan bahwa ada tiga jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan yaitu komptensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Kompetensi utama adalah kemampuan minimal untuk menampilkan unjuk kerja yang memuaskan sesuai dengan penciri program studi. Kompetensi pendukung yaitu         kemampuan  yang gayut dan dapat mendukung kompetensi utama serta merupakan ciri khas PT yang bersangkutan. Sedangkan kompetensi lain yaitu kemampuan yang ditambahkan yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup, dan ditetapkan berdasarkan keadaan serta kebutuhan lingkungan PT. Misalnya jika di IPB mengusung pertanian tropika, maka walaupun mahasiswa belajar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, mereka akan memiliki kemampuan dalam bidang pertanian yang ada kaitannya dengan ekonomi atau manajemen, karena core business IPB adalah pertanian. Kemampuan ini dapat diberikan dengan cara mahasiswa mengambil supporting course yang diampu oleh departemen lain di lain fakultas.  Kompetensi yang sudah dirumuskan tidak selalu harus diberikan melalui pembelajaran mata kuliah melainkan dapat diberikan melalui hidden curriculum dalam proses pembelajaran. Sebagai suatu contoh, di Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) IPB salah satu kompetensinya adalah kemampuan komunikasi efektif. Kompetensi ini dapat diperoleh baik melalui pengambilan mata kuliah di departemen lain sebagai supporting course, atau diselipkan dalam proses pembelajaran yang sudah ada di departemen TIN, melalui diskusi, diskusi kelompok, presentasi lisan dan penugasan dalam bentuk makalah yang sifatnya kontekstual, relevan dengan bidang kajiannya. Kenyataan saat ini adalah supporting course yang diambil oleh mahasiswa TIN tidak ada kaitannya dengan kompetensi yang sudah dirancang sebelumnya, karena masalah teknis yaitu bentrok jadwal kuliah.

Di sisi lain, acapkali dosen program studi merasa puas apabila sudah memberikan kemampuan tersebut dalam mata kuliah. Namun, sayangnya hampir semua yang diberikan dalam mata kuliah selalu dinilai hanya satu aspek saja yaitu aspek kognitif. Misalnya satu mata kuliah 3 sks mengandung 1 sks praktikum. Ketika mahasiswa praktikum tidak dinilai psikomotoriknya, melainkan hasil praktikumnya berupa laporan, dimana laporan sifatnya adalah kognitif. Seharusnya apabila mahasiswa praktikum yang dinilai adalah aspek psikomotorik, afektif dan kognitifnya secara utuh.

Kurikulum berbasis kompetensi berupaya untuk mensinergikan hard skills dan soft skills. Untuk mengimplementasikannya diperlukan keberanian untuk berubah, kreativitas dosen dalam mengoptimalkan sumberdaya fasilitas dan kemauan serta komitmen yang kuat dari pimpinan perguruan tinggi untuk menerapkannya. Mengapa harus dimulai dari pimpinan?, karena kebijakan adanya di pimpinan perguruan tinggi. Apabila ingin memberikan pendidikan berkarakter dan berkualitas, maka kebijakan dalam mengatur team teaching (tatap muka dalam tim dosen, bukan berarti giliran mengajar dalam satu mata kuliah), mengatur penjadwalan, menyediakan fasilitas ruangan dan alat, komitmen, dan insentif bagi dosen yang memadai.   

Ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi yaitu:

  1. Menyatakan secara jelas rincian kompetensi peserta didik sebagai luaran proses pembelajaran
  2. Materi ajar dan proses pembelajaran dirancang dengan orientasi pada pencapaian kompetensi dan berfokus pada minat peserta didik (Student Centered Learning)
  3. Lebih mensinergikan dan mengintegrasikan penguasaan ranah koqnitif, psikomotorik dan afektif.
  4. Proses penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada kemampuan untuk berkreasi secara prosedural atas dasar pemahaman penerapan, analisis, dan evaluasi yang benar pula
  5. Disusun oleh penyelenggara pendidikan tinggi dan pihak-pihak berkepentingan terhadap lulusan pendidikan tinggi (masyarakat profesi dan pengguna lulusan).

 

Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Langkah-langkah penyusunannya secara bertahap dimulai dengan penentuan profil lulusan berdasarkan analisa SWOT dan tracer study juga melibatkan pemangku kepentingan dan asosiasi yang berkaitan dengan program studi tersebut. Profil yaitu “Peran” yang diharapkan dapat dilakukan nantinya oleh lulusan di dunia kehidupan bermasyarakat. Peran ini dapat menunjuk kepada suatu profesi (dokter, arsitek, pengacara) atau jenis pekerjaan yang khusus (manager perusahaan, praktisi hukum, akademisi) atau bentuk kerja yang dapat digunakan dalam beberapa bidang yang lebih umum (komunikator, kreator, leader) yang dicanangkan oleh program studi yang bersangkutan. Sebagai contoh untuk kurikulum di kedokteran profil yang untuk lulusannya:

1. Care provider
2. Decision maker
3. Communicator
4. Community Leader
5. Manager

Apabila program studi telah menetukan profil lulusan maka langkah kedua adalah menentukan kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Kompetensi dirumuskan bukan hanya oleh dosen (dari sisi scientific vision), melainkan bersama-sama dengan pengguna lulusan, asosiasi dan alumni sebagai sumber informasi market signal dan mempertimbangkan nilai-nilai perguruan tinggi. Berdasarkan kompetensi kedokteran di atas, University of Indiana menyusun kompetensi kedokteran sbb:

(a) Communication
(b) Clinical Skills
©   Life long learning
(d)  Self awareness
(e)  Social & community contexts
(f)   Ethics & Morals
(g)  Problem Solving
(h)  Professionalism
 
Contoh lain yaitu kompetensi bidang teknik di University of Texas:

  1. an ability to apply knowledge of mathematics, science, and engineering
  2. an ability to design and conduct experiments, as well as to analyze and interpret data
  3. an ability to design a system, component, or process to meet desired needs
  4. an ability to function on multi-disciplinary teams
  5. an ability to identify, formulate, and solve engineering problems
  6. an understanding of professional and ethical responsibility
  7. an ability to communicate effectively
  8. the broad education necessary to understand the impact of engineering solutions in a global and societal context
  9. a recognition of the need for, and an ability to engage in life-long learning
  10. a knowledge of contemporary issues
  11. an ability to use the techniques, skills, and modern engineering tools necessary for engineering practice.

Menilik kompetensi dalam bidang keteknikan di Universitas tersebut, terlihat bahwa ada sinergi antara hard skills dan soft skills. Kompetensi yang telah dirumuskan tersebut tentunya  dapat diberikan melalui bahan-bahan kajian tertentu, yang dapat diprediksi kedalaman dan keluasan kajiannya yang dituangkan dalam satuan kredit semester (sks). Lalu bahan kajian tersebut, diturunkan dalam berbagai mata kuliah yang relevan, dan dirancang cara pembelajarannya, metodenya serta evaluasinya. Bagan alir penyusunan kurikulum dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada kurikulum berbasis kompetensi, setiap bahan kajian di periksa apakah bahan kajian tersebut memiliki elemen kompetensi seperti yang diharapkan pemerintah yang tertuang dalam SK Mendiknas No 045/U/2002.
 
Tidak harus setiap bahan kajian memenuhi elemen tersebut. Namun di satu kurikulum program studi ke lima elemen tersebut harus terpenuhi dalam pendidikan di perguruan tinggi, baik melalui konteks, konten maupun proses pembelajarannnya.

 

Bagan alir penyusunan kurikulum

Gambar 3. Bagan alir penyusunan kurikulum

 

Bahan kajian merupakan bangunan ilmu, teknologi, dan atau seni yang menunjukkan :

  1. Cabang ilmu tertentu/ bidang kajian Program studi, atau inti keilmuan yang dipilih oleh PS
  2. Pilihan cabang ilmu yang dikembangkan di PS
  3. Pengetahuan/ bidang kajian yang akan dikembangkan, yang dipilih karena dinilai bermanfaat bagi lulusan dimasa depan.

 

Pilihan bahan kajian sangat dipengaruhi oleh visi keilmuan PS, dan program pengembangan PS (misal pohon penelitian yang dibangun). Tingkat keluasan dan kedalaman dari bahan kajian ini merupakan pilihan yang otonom dari masyarakat ilmiahnya. Sedangkan keluasan bahan kajian dan besarnya sks ditentukan oleh tingkat penguasaan /kompetensi mahasiswa yang ingin dicapai, waktu untuk mencapai kompetensi atau penguasaan tertentu dan sistem pembelajaran yang diterapkan untuk mencapai kompetensi.

Dalam konsep KBK ini, sebuah mata kuliah memungkinkan berisi berbagai bahan kajian yang terkait erat dan diperlukan untuk disatukan karena pertimbangan efektifitas pembelajarannya. Artinya suatu bahan kajian dipahami dalam konteks tertentu (kontekstual). Misal materi etika bisa digabung dengan materi rekayasa, atau mungkin dengan materi manajemen. Belajar matematika dalam konteks elektro, sangat mungkin menjadi satu mata kuliah. Sehingga dengan adanya penggabungan materi ajar (sistem block) ini, ada kecenderungan jumlah mata kuliah menjadi lebih sedikit dengan bobot sks yang lebih besar. Demikian pula sebuah mata kuliah dapat dibangun untuk mencapai satu kompetensi atau beberapa kompetensi sekaligus. Dengan demikian, maka pengelompokkan mata kuliah untuk mencapai kelompok kompetensi menjadi kurang tepat.

Hal lain yang perlu dicermati adalah bahwa kompetensi dapat dicapai dengan berbagai cara. Kompetensi yang sama dapat dicapai dengan cara yang berbeda di masing-masing perguruan tinggi. Seperti halnya kompetensi keberanian berwirausaha di satu program studi diajarkan melalui satu mata kuliah berbobot 3 sks. Namun, di tempat lain boleh jadi diberikan dan diselipkan di semua mata kuliah yang relevan dengan berbagai metoda pembelajaran yang membangun spirit kewirausahaan. Untuk ini, nampaknya disinilah modal perguruan tinggi untuk bersaing dengan yang lainnya. Artinya hanya dengan proses pembelajaran yang berbeda, perguruan tinggi akan mampu menununjukkan keunggulannya dan menarik mahasiswa untuk belajar yang menyenangkan. Proses pembelajaran lah yang dapat dijadikan nilai jual, karena sumber belajar saat ini sudah dapat diakses oleh mahasiswa secara bebas melalui media virtual di era global.

 

Red Rose

TRINA

index_08